1. Menurut umum:
Budaya politik adalah aspek politik dari nilai-nilai yang terdiri atas pengetahuan, adat istiadat, tahayul, dan mitos. Kesemuanya dikenal dan diakui oleh sebagian besar masyarakat. Budaya politik tersebut memberikan rasional untuk menolak atau menerima nilai-nilai dan norma lain.
Menurut para ahli:
- a. Rusadi Sumintapura
Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
- b. Sidney Verba
Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.
- c. Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.
- d. Austin Ranney
Budaya politik adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap objek-objek politik.
- e. Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada bagian-bagian tertentu dari populasi.
2. C. TIPE-TIPE BUDAYA POLITIK
1. 1. Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan
Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap ”militan” atau sifat ”tolerasi”.
1. Budaya Politik Militan
Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
1. Budaya Politik Toleransi
Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.
Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas :
1. a. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut
Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan (bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru.
1. b. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif
Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.
Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyimpangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.
1. 1. Berdasarkan Sikap Yang Ditunjukkan
Pada negara yang memiliki sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks, menuntut kerja sama yang luas untuk memperpadukan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap orang terhadap orang lain. Pada kondisi ini budaya politik memiliki kecenderungan sikap ”militan” atau sifat ”tolerasi”.
1. Budaya Politik Militan
Budaya politik dimana perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi kriris, maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh peraturan yang salah, dan masalah yang mempribadi selalu sensitif dan membakar emosi.
1. Budaya Politik Toleransi
Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai, berusaha mencari konsensus yang wajar yang mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral atau kritis terhadap ide orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.
Jika pernyataan umum dari pimpinan masyarakat bernada sangat militan, maka hal itu dapat menciptakan ketegangan dan menumbuhkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalan bagi pertumbuhan kerja sama. Pernyataan dengan jiwa tolerasi hampir selalu mengundang kerja sama. Berdasarkan sikap terhadap tradisi dan perubahan. Budaya Politik terbagi atas :
1. a. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Absolut
Budaya politik yang mempunyai sikap mental yang absolut memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang. dianggap selalu sempurna dan tak dapat diubah lagi. Usaha yang diperlukan adalah intensifikasi dari kepercayaan, bukan kebaikan. Pola pikir demikian hanya memberikan perhatian pada apa yang selaras dengan mentalnya dan menolak atau menyerang hal-hal yang baru atau yang berlainan (bertentangan). Budaya politik yang bernada absolut bisa tumbuh dari tradisi, jarang bersifat kritis terhadap tradisi, malah hanya berusaha memelihara kemurnian tradisi. Maka, tradisi selalu dipertahankan dengan segala kebaikan dan keburukan. Kesetiaan yang absolut terhadap tradisi tidak memungkinkan pertumbuhan unsur baru.
1. b. Budaya Politik Yang memiliki Sikap Mental Akomodatif
Struktur mental yang bersifat akomodatif biasanya terbuka dan sedia menerima apa saja yang dianggap berharga. Ia dapat melepaskan ikatan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, dan bersedia menilai kembali tradisi berdasarkan perkembangan masa kini.
Tipe absolut dari budaya politik sering menganggap perubahan sebagai suatu yang membahayakan. Tiap perkembangan baru dianggap sebagai suatu tantangan yang berbahaya yang harus dikendalikan. Perubahan dianggap sebagai penyimpangan. Tipe akomodatif dari budaya politik melihat perubahan hanya sebagai salah satu masalah untuk dipikirkan. Perubahan mendorong usaha perbaikan dan pemecahan yang lebih sempurna.
3. METODE SOSIALISASI POLITIK ( oleh Rush dan Althoff)
1. Imitasi
Peniruan terhadap tingkah laku individu-individu lain. Imitasi penting dalam
sosialisasi masa kanak-kanak. Pada remaja dan dewasa, imitasi lebih
banyakbercampur dengan kedua mekanisme lainnya, sehingga satu derajat
peniruannya terdapat pula pada instruksi mupun motivasi.
sosialisasi masa kanak-kanak. Pada remaja dan dewasa, imitasi lebih
banyakbercampur dengan kedua mekanisme lainnya, sehingga satu derajat
peniruannya terdapat pula pada instruksi mupun motivasi.
2. Instruksi
Peristiwa penjelasan diri seseornag dengan sengaja dapat ditempatkan dalam
suatu situasi yang intruktif sifatnya.
3. Motivasi
Sebagaimana dijelaskan Le Vine merupakan tingkah laku yang tepat yang cocok
3. Motivasi
Sebagaimana dijelaskan Le Vine merupakan tingkah laku yang tepat yang cocok
yang dipelajari melalui proses coba-coba dan gagal (trial and error).
Jika imitasi dan instruksi merupakan tipe khusus dari pengalaman, sementara
motivasi lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman pada umumnya.
Sosialisasi politik yang selanjutnya akan mempengaruhi pembentukan jati diri
politik pada seseorang dapat terjadi melalui cara langsung dan tidak langsung.
Proses tidak langsung meliputi berbagai bentuk proses sosialisasi yang pada
dasarnya tidak bersifat politik tetapi dikemudian hari berpengatuh terhadap
pembentukan jati diri atau kepribadian politik. Sosialisasi politik lnagsung
menunjuk pada proses-proses pengoperan atau pembnetukan orientasi-orientasi
yang di dalam bentuk dan isinya bersifat politik.
motivasi lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman pada umumnya.
Sosialisasi politik yang selanjutnya akan mempengaruhi pembentukan jati diri
politik pada seseorang dapat terjadi melalui cara langsung dan tidak langsung.
Proses tidak langsung meliputi berbagai bentuk proses sosialisasi yang pada
dasarnya tidak bersifat politik tetapi dikemudian hari berpengatuh terhadap
pembentukan jati diri atau kepribadian politik. Sosialisasi politik lnagsung
menunjuk pada proses-proses pengoperan atau pembnetukan orientasi-orientasi
yang di dalam bentuk dan isinya bersifat politik.
4. Proses Sosialisasi Politik
Perkembangan sosiologi politik diawali pada masa kanak-kanak atau remaja. Hasil riset David Easton dan Robert Hess mengemukakan bahwa di Amerika Serikat, belajar politik dimulai pada usia tiga tahun dan menjadi mantap pada usia tujuh tahun. Tahap lebih awal dari belajar politik mencakup perkembangan dari ikatan-ikatan lingkungan,, seperti "keterikatan kepada sekolah-sekolah mereka", bahwa mereka berdiam di suatu daerah tertentu. Anak muda itu mempunyai kepercayaan pada keindahan negerinva, kebaikan serta kebersihan rakyatnya. Manifestasi ini diikuti oleh simbol-simbol otoritas umum, seperti agen polisi, presiden, dan bendera nasional. Pada usia sembilan dan sepuluh tahun timbul kesadaran akan konsep yang lebih abstrak, seperti pemberian suara, demokrasi, kebebasan sipil, dan peranan warga negara dalam sistem politik.
Peranan keluarga dalam sosialisasi politik sangat penting. Menurut Easton dan Hess, anak-anak mempunyai gambaran yang sama mengenai ayahnya dan presiden selama bertahun-tahun di sekolah awal. Keduanya dianggap sebagai tokoh kekuasaan. Easton dan Dennis mengutarakan ada 4 (empat) tahap dalam proses sosialisasi politik dari anak, yaitu sebagai berikut.
- Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak, presiden dan polisi.
- Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang ekternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
- Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara (pemilu).
- Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi-institusi ini.
Suatu penelitian secara khusus telah dilakukan guna menyelidiki nilai-nilai pengasuhan anak yang dilakukan oleh berbagai generasi orang tua di Rusia. Nilai-nilai itu adalah sebagai berikut :
- Tradisi; terutama agama, tetapi juga termasuk ikatan-ikatan kekeluargaan dan tradisi pada umumnya
- Prestasi; ketekunan, pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran material mobilitas sosial.
- Pribadi; kejujuran, ketulusan, keadilan, dan kemurahan hati.
- Penyesuaian diri; bergaul dengan balk, menjauhkan diri dari kericuhan, menjaga keamanan dan ketentraman.
- Intelektual; belajar dan pengetahuan sebagai tujuan.
- Politik; sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayaan berkaitan dengan pemerintahan.